Sebuah citra atau gambar menceritakan lebih banyak pesan daripada susunan kata-kata yang banyak. Sungguh benar pernyataan tersebut. Manusia adalah makhluk visual, mulai dari keseharian sejak bangun tidur hingga menutup hari, kita selalu memikirkan kita ingin dilihat bagaimana, tak lupa kita juga membuat keputusan dari pilihan-pilihan yang terlihat. Kita lebih suka penyajian ide dengan melihat gambar daripada membaca kalimat. Apalagi kebutuhan dan tuntutan waktu yang instan, manusia rasanya mau mudah. Namun kemudahan itu tidak dapat menghapus keajaiban makna yang tersurat dan tersirat di dalamnya. Di zaman media sosial yang fasih dengan aplikasi bergambar, sungguh bukan sebuah kesulitan bagi generasi muda hingga tua untuk menikmati citra atau gambar.

Sungguh peran citra dalam sebuah foto lama sangat penting dalam sejarah kehidupan manusia. Apalagi kalau sejarah tersebut merekam jejak peradaban sebuah masyarakat yang berubah, dari masyarakat dengan kehidupan sederhana menjadi masyarakat dengan gaya hidup yang tidak sama dengan sebelumya. Hutan menjadi kebun. Kampung menjadi kota. Homogen menjadi heterogen. Kayu menjadi batu. Semua itu tidak cukup mampu diceritakan dengan narasi-narasi alfabet semata. Kita butuh melihat langsung bagaimana kehidupan berjalan pada masa itu. Selain merekam situasi terkini, si penangkap gambar dapat memberitahukan pesan-pesan kepada keluarga, teman, atau rekan usahanya.

Deli, dengan seluruh peradaban dan peninggalannya hingga masa kini, menyimpan banyak hal-hal berharga. Sebuah album foto berjudul Souvenir Deli ini pantas diangkat kembali dari tempat yang tak terjangkau orang kembali ke permukaan.

Buku ini direproduksi atas inisiatif para pegiat pelestarian di Beranda Warisan Sumatra, untuk mendukung literasi warisan budaya yang masih terbatas di Sumatra. Buku ini membantu para pembaca untuk menemukan kepingan-kepingan sejarah yang selama ini terlupakan.